Setiap tanggal 25 November hampir semua lembaga pendidikan formal maupun informal menyelenggarakan seremonial perayaan hari guru dengan beraneka ragam acara sebagai rasa syukur dan rasa berterimaksih kepada pahlawan tanpa tanda jasa.
Perayaan hari guru tersebut bahkan tidak sedikit menghabiskan anggaran dengan berbagai ragam acara mulai dari menghias kelas, menyiapkan menu makanan, snack hingga berbagai minuman yang semuanya diperuntukan bagi sang guru
Namun hampir 90 persen perayaan hari guru hanya seremonial tanpa makna, tanpa ada nilai positif yang membekas, tanpa ada kebaikan yang bisa dikenang dan tidak sedikit perayaan yang hanya berkesan mubazir, peserta didik tidak mendapatkan hal positif dari peryaan ini, tingkah laku dan akhlak siswa tidak bertambah baik, tidak ada karakter siswa yang dibanggakan.
Tentu hal ini tidak selaras degan harapan kita semua, perayaan hari guru semestinya memberikan nilai edukatif bagi semua cifitas pendidikan baik peserta didik lebih-lebih bagi guru yang identik dengan pribadi yang digugu dan ditiru, sehingga timbul pertanyaan apakah ini adalah efek dari kurikulum pendidikan berkarakter yang tidak mengakar dalam lingkungan pendidikan?
Kurikulum pendidikan berkarakter semestinya mampu menghasilkan output perilaku siswa yang lebih baik, akhlak yang mulia tabiat yang bisa dibanggakan karena dalam kurikulum ini memiliki muatan yang lengkap secara teori yang tertera dalam susunan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan silabus pembelajaran.
Dalam RPP dijelaskan tidak hanya segi Kognitif dan afektif yang dikembangkan dalam ruang-ruang kelas akan tetapi ada segi psikomotorik yang mesti dikembangkan, sehingga karakter kebaikan peserta didik memmpu mewarnai setiap gerak geriknya.
Selama ini bisa kita amanti bahwa pelaksanaan kurikulum pendidikan hanya fokus kepada satu sisi yakni sisi kognitif atau pengetahuan saja tanpa menghiraukan sisi dan segi yang lain, hal ini dibuktikan dengan aturan penilaian kelulusan siswa hanya diuji dari sisi kognitifnya saja berupa Ujian Nasional.
Kita paham semau bahwa ujian nasional hanya menguji satu sisi yaitu kognitif dan mengabaikan sisi aektif dan psikomotorik, sehingga siswapun hanya fokus menguasai satu sisi berupa pengetahuan dan melupakan sisi lain termasuk sisi karakter itu sendiri.
Hal ini tentu membuat kurikulum pendidikan berkarakter menjadi pincang, kurikulum berkarakter hanya semboyan lembaga pendidikan tanpa penerapan yang komperhensif.
Semoga tulisan singkat ini membangunkan kita, para guru serta semua pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan agar bersama-sama mebangun dunia pendidikan yang unggul dengan menjalankan kurikulum berkaraktek dengna semestinya. Kurikulum ini sudah bagus tinggal penerapan yang belum maksimal.
Penulis :
Mahfud, S.Pd.I